Membuat kompos dari sampah di rumah memang cukup mengasyikkan, tapi jika tong komposter kita menghasilkan belatung, tentu jadinya bikin ga nyaman. Ya kan? Malah ada juga yang bilang kalau belatung itu membantu penguraian sampah. Saya ga terlalu yakin dengan pendapat tersebut. Yang pasti, saya ga suka kalau tong kompos saya berbelatung, bikin jorok dan geli hihi. Awalnya saya juga mengalami hal tersebut. Tong komposter saya yang dari tong cat itu awalnya juga muncul belatung (bukan belatung gede sih, tapi kayak ulat kecil-kecil putih gitu. Mungkin bayi belatung? kwkwkw), sedangkan keranjang takakura saya tidak ada belatung sama sekali. Lalu saya tanyalah ke teman yang pernah bikin kompos, katanya itu masih wajar karena prosesnya anaerob. Biasanya kalau proses fermentasi berjalan, nanti belatung itu akan mati dengan sendirinya. Oke, saya tidak khawatir jadinya setelah mendengar penjelasan tersebut. Dan memang benar, belatung-belatung kecil itu mati ketika proses fermentasi sudah terjadi. Mungkin dia kepanasan karena gas fermentasi? Atau karena makanannya habis? Ga tau deh. Yang pasti saat itu saya pakai tong komposter yang tidak ada lubang aerasi di bagian atasnya, dan mikroba yang saya pakai itu EM, yang katanya memang untuk proses anaerob.
Trus bulan lalu saya coba ganti mikroba pengomposnya. Biasanya saya pake EM, sekarang saya ganti jadi pake IMO3. Masalahnya, komposter yang saya pakai itu tetap komposter tanpa aerasi di bagian atas. Belatung yang muncul jadinya buanyak dan anehnya kok ga mati-mati ya? Ternyata fermentasi kurang berjalan baik. Suhu dalam tong ga hangat, malah dingin, padahal baru mulai. Mustinya kan hangat tho? Selidik punya selidik, ternyata jenis komposternya tidak sesuai dengan jenis mikrobanya. Saya pun baru ngeh soal itu setelah tanya-tanya teman. Agaknya saya salah persepsi tentang komposter aerob dan anaerob.
Nah, dari yang sudah saya alami, dan juga belakangan ini banyak teman-teman saya mengeluhkan hal yang sama seputar komposter yang berbelatung, saya jadi ingin share catatan ini. Intinya, belatung itu adalah sesuatu yang normal. Dia muncul karena sampah yang kita gunakan sudah terinfeksi oleh lalat atau tidak bersih. Yah, namanya juga sampah, wajar kan? Masalahnya sekarang tinggal cara kita membuat kompos tersebut, sehingga bisa meminimalisir belatung atau efeknya semaksimal mungkin. Yang membuat belatung tersebut tetap hidup dan bikin ga nyaman itu adalah kondisi lingkungan di dalam komposter kurang baik dan proses fermentasi yang terjadi kurang sempurna. Berikut ini beberapa hal yang saya kumpulkan setelah tanya-tanya teman yang paham dan juga hasil baca-baca di internet serta sudah saya coba supaya komposter kita tidak berbelatung.
Sesuaikan model komposter, aerob atau anaerob
Komposter yang kita gunakan itu harus jelas, apakah aerob atau anaerob. Aerob itu proses fermentasinya membutuhkan oksigen, maka komposter yang digunakan adalah yang memiliki lubang aerasi yang baik.
Sedangkan anaerob, biasanya pakai komposter yang tertutup tanpa lubang aerasi. Atau jika pakai lubang aerasi, komposternya ditanam di tanah, seperti ini.
Sesuaikan jenis mikroba aktivator atau dekomposer
Untuk komposter aerob, mikroba pengompos yang digunakan juga harus bersifat aerob, contohnya mol nasi, ragi tempe, dsb.
Sedangkan untuk komposter anaerob, mikrobanya harus anaerob juga, contohnya EM, sehingga ketika nanti ada hewan-hewan lain seperti belatung hidup di dalamnya, ujung-ujungnya akan mati karena proses fermentasi yang terjadi berlangsung sempurna. Hanya pastikan saja tutupnya rapat supaya belatung tidak keluar dari komposter.
Sesuaikan jenis sampah
Untuk komposter aerob, sampah yang cocok dimasukkan adalah yang tidak basah, misalnya sampah dari bekas potongan tanaman/rumput di taman, potongan sayur segar yang tidak terpakai, daun-daun gugur di halaman, daun-daun hijau, dan sejenisnya yang masih segar.
Sedangkan komposter anaerob, segala macam sampah bisa dimasukkan, baik sampah kering maupun basah seperti buah-buahan busuk sisa dapur, sayuran-sayuran busuk, nasi sisa dapur, dan sejenisnya. Sampah seperti itu memang mengundang belatung karena biasanya sebelum dimasukkan, lalat suka nemplok di sampah tersebut. Jadi komposter anaerob ini bisa cocok untuk segala macam sampah. Ada baiknya juga sebelum memasukkan sampah dapur ke komposter, kita siram dulu sampahnya dengan air mengalir di dalam baskom bolong-bolong/jaring, supaya kotoran-kotorannya turun.
Komposisi bahan N/C
Untuk menghasilkan proses kompos yang baik, ternyata rasio bahan N/C itu penting. Apa itu? Bahan N alias bahan nitrogen itu berasal dari sampah hijau dan sampah basah, biasa disebut green material. Sedangkan bahan C adalah bahan karbon yang biasa disebut brown material, contohnya daun-daun kering, kertas koran, kardus, dan sejenisnya.
Dari referensi yang saya baca, perbandingan yang bagus untuk N/C itu adalah 2 N : 1 C. Artinya, bahan N adalah dua kali jumlah bahan C. Misal sampah basah ada 2 ember, maka sampah karbonnya jadi 1 ember. Sampah tersebut diposisikan berlapis-lapis. Misalnya lapis pertama bahan C, lapis kedua N, ketiga C, keempat N, dan seterusnya. Komposisi seperti ini memungkinkan pengomposan berjalan lebih baik dan lebih cepat. Untuk alasan mengapa bisa begitu, agak panjang, nanti coba cari tau sendiri saja ya :P
Nah, setelah saya evaluasi komposter aerob dan anaerob saya, ternyata memang benar poin-poin di atas itu. Untuk komposter aerob, memang saya masukin sampah-sampah taman dan daun-daun kering dan dekomposernya saya pakai IMO3. Sesekali saya masukin sampah basah dari dapur, tapi saya taruhnya di tengah-tengah timbunan daun-daun kering itu, hasilnya cepat busuk dan ga berbelatung :P Sementara untuk komposter anaerob, saya tetap pakai EM untuk dekomposernya, dan sampah yang saya masukkan adalah sampah dapur yang basah. Memang awalnya muncul belatung, tapi belatungnya mati setelah fermentasi terjadi.
belatung pada komposter
belatung pada komposter anaerob. yang jamur putih itu belatung yang sudah mati.
Oke, mungkin catatan ini cuma sebatas pengalaman pribadi, belum tentu di tempat teman-teman bisa sama persis. Tapi paling tidak, poin-poin di atas itu saya peroleh dari mereka-mereka yang paham tentang kompos dan yang sudah mengalaminya sendiri sehingga mereka berbagi info pada kita. So, jangan berhenti mengompos walaupun muncul belatung. Pengalaman itu adalah hadiah berharga, jadi terus saja evaluasi dan trial error mana yang terbaik di tempat kita
- reff : dkwek.com
1 comments:
Post a Comment